Efendi
ORIENTASI PENGEMBANGAN IPNU
MAKNA SOSIOLOGIS DAN STRATEGIS IPNU DILAHIRKAN
Ikatan
Pelajar Nahdlatul Ulama (IPNU) diidrikan pada tanggal 24 Februari 1954
Masehi yang bertepatan dengan tanggal 20 Jumadil Akhir 1373 Hijriyah.
IPNU didirikan pada saat itu merupakan suatu keharusan sejarah, karena
di berbagai daerah organisasi pelajar dan santri NU sudah banyak
berdiri. Sebut saja Tsamratul Mustafidin di Surabaya tahun 1936, PERSANO
(persatuan santri Nahdlotul Oelama) Tahun 1945, Persatuan murid NO
tahun 1945 di Malang, Ijtimaut Tholabah Nahdlatul Oelama (ITNO) tahun
1946 di Madura, PERPENO (Peratuan Pelajar NO ) di Kediri tahun 1953,
IPINO ( Ikatan pelajar NO ) dan IPENO Tahun 1954 di Medan, dll). Dengan
demikian, ada kebutuhan untuk membentuk organisasi di tingkat nasional
yang dapat menyatukan dan merumuskan formulasi kaderisasi bagi pelajar
NU serta mendorong pendirian organisasi yang mewadahi pelajar, santri
dan mahasisiwa NU di setiap daerah dan bahkan di setiap tingkatan
organisasi NU.
Hal
yang juga tidak kalah penting adalah pertarungan Ideologi pada saat itu
antara Nasionalis, Islam, dan Komunis. Dapat dilihat dalam runutan
sejarah NU sebelum masa kemerdekaan, yakni pada masa awal kemerdekaan NU
telah membuktikan diri sebagai kelompok strategis dan memiliki saham
paling besar dalam pembentukan bangsa Indonesia ini. Contoh nyata adalah
pada sidang BPUPKI simbah KH Wahid Hasyim ‘pasang badan’ sebagai
penengah ditengah perdebatan bentuk negara dan dasar negara antara
kelompok Islam dan non Islam, maka diputuskan NKRI adalah bentuk final
Bangsa Indonesia.
Di
tengah pertarungan Ideologi yang semakin runcing tersebut, maka
masing-masing kekuatan yang ada juga memperluas pengaruhnya di
masing-masing sektor, tak terkecuali di kalangan pelajar. Melakukan
ideologisasi Islam ala Ahlussunah Wal Jamaah dikalangan pelajar NU maka
hukumnya menjadi ‘wajib’. Tidak hanya sekedar menyelamatkan kader NU
dari kepungan ketiga ideologi diatas, akan tetapi menyelamatkan bangsa
ini dari perpecahan dan kehancuran dini. Para intelektual muda NU, Ulama
dan Kyai tidak menginginkan bangsa ini menjadi ‘layu sebelum
berkembang’. Penerimaan NU pada konsep NASAKOM merupakan pembuktian
kesekian kali bahwa NU menginginkan bangsa ini menjadi bangsa yang
besar. Bahwa perbedaan yang muncul NU berusaha menerima dan memahami dan
kemudian merumuskan menjadi kekuatan bangsa.
Meskipun
didirikan ditengah tengah pertarungan politik yang cukup keras, IPNU
adalah Jawaban atas kebutuhan organisasi pelajar, santri dan mahasiswa
secara nasional untuk menjawab kebutuhan proses kaderisasi di tubuh
Nahdlatul Ulama, dan kebutuhan untuk melakukan ideologisasi bagi pelajar
sekaligus memberi jaminan bahwa bangsa Indonesia ini utuh di awal
kemerdekaan, dan menjadi bangsa yang besar di kemudian hari.
PERISTIWA STRATEGIS DARI KONGRES KE KONGRES
Pendirian Ikatan Pelajar Nahdlatul Ulama (IPNU) dimotori oleh M Sufjan
Cholil (Jombang), H. Mustahal (Solo), dan Acmad Masjhub, dan Abdul Ghoni
Farida (Semarang) yang mengusulkan kepada PB LP Maarif yang saat itu
menyelenggarakan Konferensi Besarnya di Semarang.
Sebelum menindaklanjuti pengesahan Konferensi Besar Ma’arif NU,
assabiqunal awwalun (sebutan bagi tiga perintis IPNU) mengadakan
Konferensi Segi Lima di Solo. Konferensi ini meliputi daerah Yogyakarta,
Semarang, Solo, Jombang, dan Kediri. Konferensi ini melahirkan beberapa
keputusan penting, yaitu bahwa organisasai berazaskan ahlussunah wal
jamaah, wilayah garapan organisasi yang khusus putra, dan tujuan
keberadaan organisasi adalah mengokohkan ajaran Islam sekaligus risalah
diniyah (penyebarluasan), meninggikan dan menyempurnakan pendidikan dan
ajaran Islam, serta menghimpun semua potensi pelajar yang berpaham
Ahlussunah wal jamaah di semua sekolah sekolah yang ada. Keputusan yang
tidak kalah penting adalah menunjuk Mohammad Tholchah Mansoer sebagai
Ketua Umum Pimpinan Pusat IPNU dan menetapkan Yogyakarta sebagai kantor
pusat, serta sekilas PD/PRT IPNU. Berita pelaksanaan Konferensi Segi
Lima serta hasil-hasilnya segera disebarkan ke seluruh pelosok Tanah
Air, terutama kota-kota yang terdapat pesantren. Hingga sampai saat ini
perkembangan IPNU-IPPNU sangat signifikan.
Selanjutnya IPNU mendapat pengakuan resmi sebagai bagian dari NU pada
Muktamar NU ke 20 di Surabaya pada tanggal 9 – 14 September 1954.
Kemudian IPNU melaksanakan muktamar yang pertama pada tanggal 28
Februari 1955 di Malang Jawa Timur. Kebesaran muktamar benar benar
terwujud, dan semakin terasa istimewa karena dihadiri oleh Presiden RI
Ir. Soekarno, Wakil Perdana Menteri Zainul Arifin, Menteri Agama RI KH.
Masykur. Sedangkan dari jajaran PBNU hadir Rois ‘Aam NU KH Abdulwahab
Chasbullah, Ketua Umum Partai NU KH Dahlan, Ketua Umum PB Maarif NU KH
Syukri Ghozali. Hal itu yang menandai pengakuan pihak Eksternal dan
Internal eksistensi IPNU sebagai salah satu organisasi kepemudaan di
Indonesia.
Pada muktamar II di Pekalongan pada tahun 1957, mulai diadakan lomba dan
beberapa pertandingan cabang olahraga, diantaranya sepak bola,
bulutangkis dan catur. Pada muktamar II ini kembali Tolkhah Mansyur
dipercaya sebagai ketua Umum.
Muktamar III dilaksanakan di Cerebon, pada tanggal 27 Desember 1958. di
muktamar ini IPNU mulai mendapat kritik, karena diusia yang ke-4 kader
pesantren merasa ditinggalkan dan kurang diakomodir. Puncaknya mereka
menilai bahwa eksistensi IPNU sebagai organisasi tidak jauh berbeda
dengan PII. Semangat kritisisme peserta muktamar mulai kelihatan, hal
ini dapat dilihat dari Usulan-usulan baik itu kepada PP IPNU, PB Maarif,
ataupun kepada Menteri Agama, menteri PP & K, dan Menteri
Perhubungan. Dalam muktamar ini POR mulai diadakan secara resmi yang
diikuti oleh 56 cabang IPNU dari seluruh Indonesia. Selain Tolkhah
Mansyur terpilih kembali sebagai ketua Umum IPNU, yang paling penting
adalah munculnya amanat Muktamar bahwa PP IPNU harus menyusun Mukadimmah
AD / ART IPNU yang akhirnya berhasil disusun pada tanggal 16 Oktober
1959.
Muktamar IV diselenggarakan di Yogyakarta, pad tanggal 11 Februari 1961,
beberapa hal penting yang dihasilkan dalam muktamar ini adalah
penghapusan departemen perguruan tinggi IPNU karena sudah ada PMII,
penggantian istilah muktamar menjadi kongres, dan perubahan istilah dari
Anggaran Dasar / Rumah Tangga (AD/ART) menjadi Peraturan Dasar /
Peraturan rumah tangga (PD/PRT) serta finalisasi bentuk lambang IPNU.
Dan terpilihnya Ismail Makky sebagai ketua Umum.
Sebelum diadakan Kongres ke V di Purwokerto, diadakan konferensi besar
di Pekalongan pada tanggal 28 Oktober 1964, lahirlah rumusan sikap yang
disebut dengan ‘Doktrin Pekalongan’, yang isinya sebuah ekspresi
kesadaran IPNU untuk terus berusaha melakukan langkah langkah kongkrit
aktualisasi perjuangan menuju cita cita Nahdlatul Ulama. Doktrin
Pekalongan juga menegaskan pemihakan IPNU kepda Pancasila, mengalahkan
manifesto Komunis maupun Declaration of Independence. Dari Doktrin
pekalongan inilah yang kemudian mendorong berdirinya Corp Brigade
Pembangunan (CBP) pada tahun 1965. Mengingat pada saat itu eskalasi
politik sedang meningkat. Operasional CBP ada pada wilayah membantu
usaha pembangunan masyarakat desa dan sebagai organ keamanan bagi IPNU.
Kongres V di Purwokerto menghasilkan ketua terpilih Asnawi Latif. Dan
yang terpenting adalah Ikrar Bersama peserta Kongres V yang berbunyi
“Nama Organisasi ‘Ikatan Pelajar Nahdlatul Ulama’ tidak akan di ubah
untuk selama lamanya.”
Setahun setelah CBP terbentuk, IPNU menyelenggarakan Kongres VI di
Surabaya pada tanggal 20 – 24 Agustus 1966, dikongres ini juga diadakan
PORSENI IPNU / IPPNU. Di kongres ini menghasilkan keputusan yang
fundamental yaitu IPNU / IPPNU sebagai badan otonom Partai Nahdlatul
Ulama. Artinya posisi sejak kongres VI IPNU / IPPNU sejajar dengan GP
Ansor, Muslimat dan Banom banom yang lain. Dan keputusan lain yaitu
memindahkan kantor pusat IPNU dari Yogyakarta ke ibukota Jakarta.
Tahun 1988 saat kongres ke-10 di Jombang, dikarenakan UU Nomor 8 tahun
1985 tentang aturan keormasan di Indonesia. Azas dan nama berubah,
karena tuntutan UU itu, seperti juga pada NU. Tetapi hakekat dari
tujuan, sasaran kelompok dll, tetap sama. Akronim IPNU dari Ikatan
pelajar NU menjadi Ikatan Putra NU. Bahkan ketika itu, sebenarnya tidak
saja kependekan “P” termasuk dua huruf dibelakangnya (NU) yang harus
dihapuskan, karena hal itu dianggap sebagai bawahan partai tertentu.
Pada kongres akhirnya tetap menjadi IPNU, hanya “P”-nya saja yang
berubah,dari pelajar menjadi putra. Hal serupa juga terjadi pada
organisasi pelajar manapun. Perubahan nama tersebut menjadikan IPNU
terpaksa merubah focus sasaran bidang garap dari pelajar dan santri,
menjadi lebih difokuskan pada kemahasiswaan.
Namun kemudian dalam kongres ke-13 di Makasar tahun 2000, para kader
IPNU memunculkan kesadaran bersama yang terasa hilang sejak tahun 1988,
sehingga menghasilkan sebuah “Deklarasi Makasar” yang berisi rekomendasi
bahwa IPNU kembali pada proses kepelajaran, lalu menumbuhkembangkan
IPNU pada proses perjuangan sekolah dan pondok pesantren dan terakhir
menghidupkan lagi Lembaga CBP (Corp Brigade Pembangunan ) yang lahir
1965 sebagai kelompok kedisiplinan, kepanduan, dan Pecinta Alam. Semua
itu dalam kerangka mencapai tujuan IPNU yaitu terbentuknya putra-putra
banga yang bertaqwa kepada Allah SWT, berilmu, Berakhlak mulia, dan
berwawaan kebangsaan, serta bertanggung jawab atas tegak dan
terlaksanakanya syari’at Islam menurut paham Ahlus Sunah Wal Jama’ah
berdasarkan Pancasila dan UUD 1945.
Pada konggres IPNU di Surabaya, para kader IPNU membuat sebuah
kesepakatan bersama yaitu untuk merubah nama dan sekaligus Visi
kepelajaran dan orientasi Pengkaderan IPNU pada garis perjuangan yang
semestinya. Pada Kongres di Asrama Haji Sukolilo Surabaya tersebut,
sebenarnya sebagian besar peserta, terutama dari luar Jawa, tidak
sepakat perubahan Putra ke Pelajar. Namun, karena tekanan dari PBNU
(karena memang hak PBNU sebagai induk organisasi untuk mengintervensi
IPNU pada saat dipandang perlu), akhirnya pada Pleno khusus ditetapkan
secara aklamasi, bahwa IPNU kembali menjadi Ikatan Pelajar NU dengan
fokus bidang garap pada segmen Pelajar dan Santri.
ORIENTASI PENGEMBANGAN IPNU KEDEPAN
a. Penguatan kelembagaan
Ketidak
jelasan bidang garap IPNU dalam ranah kaderisasi NU dimulai ketika
kongres Jombang memutuskan akronim ‘P’ berubah dari pelajar ke putra.
Akan tetapi hal ini tidak dapat disalahkan, karena Orde Baru sebagai
jelmaan kekuasaan militer di Indonesia, pada saat itu sedang dalam
posisi ‘On Power’ maka kemudian setiap potensi yang dianggap mengganggu
akan disingkirkan kalau perlu ditumpas. kebijakan kebijakan yang
bernuansa hegemonik mulai diterapkan, termasuk UU no 8 th 1985 tentang
keormasan, dilanjutkan munculnya SKB 3 Menteri yang melakukan pelarangan
organisasi di tingkat sekolah selain OSIS dan Pramuka.
Deklarasi makasar dan ditetapkannya keputusan di Kongres Surabaya yang
menyatakan perubahan nama dari ‘Putra’ ke ‘Pelajar’ merupakan titik
balik. Pilihan kembali kepelajar adalah bentuk kesadaran kritis IPNU
terhadap kondisi kaderisasi yang ada di tubuh Nahdlatul Ulama dan
berbagai problem bangsa kontemporer.
Empat tahun sudah pilihan dijatuhkan, akan tetapi fokus gerakan IPNU
belum sepenuhnya terkonsentrasikan didunia pelajar dan santri. Sekali
lagi pemakluman yang harus disampaikan untuk kasus ini karena secara
utuh pembagian wilayah kaderisasi di NU juga carut marut!!! Bagaimana
mungkin dalam rentang usia yang panjang (20 – 29 tahun) dua badan otonom
diberi kewajiban melakukan kaderisasi atau malah berebut satu sama
lain??? Apalagi oleh dua badan otonom, yang satu ‘pelajar’ dan yang satu
‘pemuda’, aneh bukan?. Dalam bahasa matematika, ‘irisan’ wilayah
kaderisasi inilah yang perlu dirapikan.
Memperdebatkan hal diatas memang harus, akan tetapi hasil yang
diharapkan tidak bisa dicapai dalam waktu singkat. Sambil menunggu
proses, kesadaran akan fungsi organisasi kiranya menjadi solusi atas
problem di atas. Ya!!! Mencurahkan seluruh potensi yang ada di
organisasi untuk lebih fokus ke pelajar dan santri saya kira pilihan
rasional. Disiplin gerak adalah kunci agar dari waktu ke waktu karya
yang dilakukan dapat diukur, dievaluasi dan kemudian dicarikan solusi
pengembangannya dikemudian hari.
Pembenahan di wilayah administrasi dan manajemen organisasi juga menjadi
PR seluruh elemen yang terlibat dikepengurusan IPNU di semua tingkatan.
Karena organisasi bekerja dan bergerak berdasarkan catatan administrasi
yang ada dan penataan manajemen yang dilakukan. compang camping,
semrawut, atau bahkan tidak ada catatan sama sekali, menjadi temuan yang
umum ketika kita membuka – buka catatan administrasi yang dilakukan
pengurus IPNU. Baik itu data base organisasi, surat masuk, surat keluar,
agenda yang sudah dilakukan ataupun agenda yang akan dilakukan, bahkan
jumlah anggota yang dimiliki juga tidak dimiliki. Bagaimana mungkin kita
mau menyusun program kerja, kurikulum kaderisasi dan strategi
pengembangan organisasi yang utuh dan rasional apabila data yang dipakai
adalah asumsi atau bahkan palsu.
Kurangnya disiplin gerak dan kacaunya sistem administrasi organisasi
memberi dampak pada lemahnya kurikulum kaderisasi, ketidak tertiban
tahapan kaderisasi (formal dan non formal ) yang dilakukan dan kacaunya
pembagian kerja diantara pengurus, sehingga kemampuan manajemen
organisasi bagi pengurus tidak dapat didesain dan diukur lewat proses
kaderisasi yang ada dalam organisasi.
b. Penataan infrastruktur organisasi
Kepengurusan
IPNU ada mulai dari Pimpinan Pusat, Pimpinan Wilayah, Pimpinan Cabang,
Pimpinan Anak Cabang, dan sampai Pimpinan Ranting dan Komisariat.
kondisi dimasing masing daerah dan tingkatan berbeda satu sama lain.
Banyak hal yang mempengaruhi kondisi ini, baik itu kultur masyarakatnya,
kinerja pengurus, dan dukungan dari stakeholder yang ada (NU, Ansor,
Maarif, Pondok Pesantren, Pemerintah daerah setempat dll.)
Globalisasi semakin menenggelamkan semangat kolektif bangsa Indonesia,
sehingga kesadaran berorganisasi ditingkat masyarakat juga semakin
rendah. Dampak yang muncul bagi IPNU adalah terjadi pasang surut
organisasi disemua tingkatan. Langkah yang bisa dilakukan untuk
mengantisipasi hal ini adalah :
- Melakukan reorganisasi bagi kepengurusan yang sudah habis periodesasinya.
- Revitalisasi organisasi di semua tingkatan yang kepengurusannya kurang jalan
- Membentuk kepengurusan IPNU di daerah yang belum terbentuk.
- Disiplin pada aturan organisasi
- Ketaatan pada instruksi organisasi
c. Kepemimpinan issue kepelajaran
Sebagai
organisasi pelajar, IPNU selama ini belum maksimal memerankan dan
mencerminkan sebagai organisasi pelajar. Walaupun di dalam keanggotaan
dan kepengurusan banyak yang (maaf) sudah ‘kedaluwarsa’ untuk disebut
sebagai pelajar, akan tetapi merumuskan issue strategis ke-pelajar-an
dalam setiap nafas kegiatan IPNU yang dibuat adalah keharusan. Hal itu
dilakukan untuk senantiasa mengingatkan jatidiri organisasi IPNU
sebenarnya.
Tugas terberat sekarang adalah bagaimana disetiap daerah setiap ada
persoalan yang berkaitan dengan pelajar, IPNU menjadi organisasi yang
pertamakali merespon, atau minimal terlibat dalam merespon persoalan
tersebut. Perlu kerja ekstra keras memang, karena kita semua harus
sering mengikuti perkembangan informasi, berdiskusi, dan merumuskan
solusi alternatif yang bisa kita tawarkan untuk menyelesaikan masalah
pelajar yang terjadi di sekitar kita. Semoga !!!.
Hal yang harus segera dilakukan adalah membuat IPNU sebagai organisasi
yang memberi pelayanan dan manfaat bagi pelajar, tidak sedikit masalah
yang dihadapi oleh pelajar misalnya, keterbatasan sarana belajar,
kekurangan biaya sekolah, hilangnya motivasi belajar, masalah antar
pelajar maupun antara pelajar dengan guru, antara pelajar dengan
lingkungan ataupun dengan orang tua dll. Belum lagi ancaman bagi pelajar
yang bersifat jangka panjang, misalnya NARKOBA, Free Sex, perdagangan
anak dan pelacuran yang melibatkan pelajar.
Alternatif yang bisa IPNU lakukan antara lain fasilitasi peningkatan
prestasii belajar (misalnya kelompok belajar / studi club dan lembaga
bimbingan belajar) dan pembentukan kelompok yang bersifat kegemaran
(olahraga dan seni). Apabila kita dapat konsisiten dalam kepemimpinan
issue pelajar, maka setiap ada pelajar yang memiliki ketertariakan untuk
terlibat aktif di organisasi, maka IPNU akan senantiasa menjadi tujuan
dan pilihan utama bagi pelajar untuk bergabung.
d. Pengembangan di remaja masjid
Globalisasi
merupakan edisi baru ekspansi modal internasional ke seluruh pelosok
bumi. Apapun akan dipakai untuk satu tujuan yaitu keuntungan sebesar
besarnya bagi perusahaan internasional (Trans National Corporation /
Multinational Corporation). Indonesia dengan potensi sumberdaya alam dan
pangsa pasar yang sangat besar (jumlah penduduk 200 juta lebih),
menjadi wilayah strategis untuk dijadikan ’ajang pertarungan’ bagi modal
Internasional.
Dalam konteks agama, juga tidak lepas dari hal ini, tesis Hantington
yang berjudul ‘benturan antar peradaban’, selesainya pertarungan antara
liberalisme dengan komunisme (ditandai dengan bubarnya Uni Soviet), maka
potensi yang muncul adalah pertarungan peradaban antara barat dengan
Islam. Dalam suatu forum di Malang Gus Dur pernah berpesan, sebisa
mungkin penggunaan / pelabelan nama Islam di hindari, supaya kita tidak
masuk dalam setting Hantington. Indonesia sebagai negara berpenduduk
Islam terbesar di dunia, saat ini sedang dipaksa untuk mengikuti desain
diatas. Maka tidak mengherankan sekarang banyak kita jumpai kelompok
atau organisasi Islam di Indonesia yang menginginkan formalisasi syariat
Islam di Indonesia, dimana pelakunya dalam berpenampilan cukup
mencolok, yang laki laki, memakai jenggot, jidat hitam, celana congkrang
dan sesekali memakai jubah dan yang perempuan memakai jilbab besar,
pakai baju ‘hamil’ dan kadang kita temui memakai cadar. Yang lebih tidak
nyambung itu dilakukan ketika issue tentang terorisme sedang maraknya
disuarakan oleh Amerika dan negara pendukungnya (baca : barat). Lucu
memang, serangan terorisme banyak dilakukan di Amerika (WTC),
Afganistan, dan Irak akan tetapi kampanye anti terorisme sangat getol
dilakukan di Indonesia.
NU sebagai organisasi Islam terbesar di Indonesia menjadi bidikan utama
kelompok ‘aneh-aneh’ diatas. Sedangkan basis umat Islam (baca : NU) ada
di masjid masjid. Sudah banyak masjid yang selama ini di dikelola warga
NU, sekarang lepas dan di ghosob oleh kelompok- kelompok diatas. Disisi
lain, anak muda NU sekarang banyak yang mulai melupakan masjid dan
musholla. Akan sangat mudah bila sebuah rumah ditinggal penghuninya
kemudian ada orang datang dan menghuni rumah tersebut.
Menyelamatkan masjid dalam konteks ini tidak sekedar mempertahankan apa
yang dimiliki oleh NU saat ini akan tetapi adalah mempertahankan dan
menyelamatkan NKRI dari kepungan Kapitalisme Global.
Menggelola remaja masjid sebagai basis organisasi IPNU di tingkat
ranting juga sebagai pilihan strategi ketika kita memutuskan kembali ke
Pelajar, akan tetapi secara Infrastruktur kaderisasi (guru, kurikulum,
strategi) yang kita miliki untuk masuk ke sekolah terutama sekolah umum
belum memadai dan masih kalah jauh dibandingkan dengan organisasi lain
(PII, IRM, dan KAPPI). Pelajar atau remaja akan tertarik pada suatu
kegiatan atau aktifitas apabila kegiatan tersebut memberi kontribusi
bagi pengembangan dirinya, memberi tantangan, menyenangkan, dan
variatif. Tantangan kita sekarang adalah bagaimana kita mampu menjadikan
organisasi remaja masjid menjadi organisasi yang menarik bagi setiap
remaja Islam yang ada di sekitar masjid.